Senang melihat orang lain susah, dan susah melihat orang lain senang, sejatinya merupakan karakter bawaan manusia. Karena itulah terdapat anjuran dalam hadits:

انْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَل مِنْكُمْ وَلاَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ “

Lihatlah kepada orang-orang yang berada di bawah kalian, dan janganlah kalian melihat orang-orang yang berada di atas kalian, karena sesungguhnya yang demikian itu menyebabkan kalian tidak meremehkan nikmat yang telah Allah berikan kepada kalian.” [Riwayat Muslim  at-Tirmidzi .]

Dalam lafal lain disebutkan:

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ وَالْخَلْقِ فلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَل مِنْهُ مِمَّنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ

“Jika salah seorang dari kalian memandang orang lain yang diberi kelebihan dalam harta, fisik, anak-anak dan pengikut dibandingkan dirinya, maka hendaklah ia memandang orang lain yang kondisinya lebih rendah dari dirinya.” [Riwayat al-Bukhāri]

Memperhatikan orang-orang yang kondisinya lebih baik dari kita, dalam banyak kesempatan justru membuat kita menderita serta sakit hati, dan sebaliknya melihat orang yang lebih menderita dibandingkan kita justru menjadikan kita terhibur. Karena itulah Nabi SAW mengeluarkan statement perintah sebagaimana di atas. Demikianlah karakter bawaan manusia. Hanya saja, masing-masing orang memiliki tentu memiliki sikap yang berbeda dalam menindaklanjuti sifat tersebut. Ada yang berjuang melawannya. Dan ada pula menurutinya, sehingga terkadang hal itu sampai kepada perbuatan dosa dan tindak kejahatan. Karakter  inilah yang kemudian membentuk manusia tipe psikopat, yakni suka meneror orang lain untuk kepuasan pribadi. Senang dan suka cita apabila ada orang lain menderita dan sengsara akibat perbuatannya. Dengan demikian, tiap orang punya potensi untuk menjadi psikopat. Hanya saja kadar potensi tersebut berbeda-beda, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Kadar yang kecil itu dapat menjadi besar dan sebaliknya, yang besar dapat menjadi kecil. Tergantung bagaimana yang bersangkutan menyikapi atau memupuknya, serta tergantung seberapa besar penghalang yang dibangun. Jika seseorang itu dekat dengan Allah Ta`ālā, mengimani hari akhirat dengan keimanan yang sebenarnya, dan menghayati betapa besar dosa tindak kelaliman kepada sesama, maka ia telah menghalangi dan melunturkan sifat psikopat dalam dirinya.